Kamis, 03 Desember 2009

Pemeriksaan Abdomen

PEMERIKSAAN FISIK ABDOMEN

I. DEFINISI :
Pemeriksaan fisik abdomen adalah pemeriksaan tubuh pada bagian adomen untuk menentukan adanya kelainan-kelainan dari suatu organ bagian abdomen dengan cara melihat (inspeksi), meraba (palpasi), mengetuk (perkusi) dan mendengarkan (auskultasi).
II. INDIKASI :
a. Semua pasien baru
b. Pasien dengan gangguan system gastrointestinal
c. Pasien dengan gangguan system hepatorenal
d. Pasien dengan gangguan pada lien
e. Pasien dengan gangguan pada vesika urinaria
III. TUJUAN :
a. Mengetahui kondisi permukaan abdomen
b. Mengetahui suara peristaltik usus & bising
c. Mengetahui ukuran, konsistensi organ-organ dalam abdomen (hepar, lien, ginjal dan vesika urinaria)
d. Mengetahui adanya gejala patologis dalam rongga abdomen
IV. ALAT & BAHAN :
a. Stetoskop
b. Handscoon k/p
c. Sabun
d. Handuk tangan
e. Catatan
V. PROSEDUR :
a. Persiapan pemeriksaan :
1. Penerangan cukup
2. Perhatikan privasi pasien dengan menutup pintu & jendela, pasangan sampiran
3. Penderita dalam keadaan rileks posisi supinasi dengan fleksi lutut / letakkan bantal di atas lutut
4. Daerah dari atas processus xiphoideus sampai simpisis pubis harus terbuka
5. Kandung kemih pasien dalam keadaan kosong
6. Hangatkan telapak tangan pemeriksa & stetoskop bagian diafragma dengan cara mengosokkan dengan telapak tangan
b. Pembagian Abdomen
Abdomen dapat di bagi menjadi 4 kuadran menurut 2 garis imajiner yang saling tegak lurus dan berpotongan di umbilicus :
a. Kuadran kanan atas / Right upper (RUQ)
b. Kuadran kanan bawah / Right lower (RLQ)
c. Kuadran kiri atas / Left upper (LUQ)
d. Kuadran kiri bawah/ left lower (LLQ)




Akan tetapi dapat digunakan system pembagian lain, yang membagi abdomen menjadi 9 bagian :

a. Hypochondric kanan
b. Epigastrik
c. Hypochondric kiri
d. Lumbar kanan
e. Umbilical
f. Lumbar kiri
g. Iliac kanan
h. hypogastrik
i. Iliac kiri

c. Lokasi Organ Dalam Abdominal
9 Regio 4 Kuadran
• Right hypochondriac : liver and gall bladder
• Eft hypochondriac : spleen and stomach
• Epigastric : pancreas, stomach and common bile duct
• Umbilical: small intestine
• Lumbar: kidneys
• Iliac regions: ovaries
• Left iliac : sigmoid colon
• Right iliac or lumbar : cecum and appendix
• Suprapubic: bladder and uterus • Kuadran kanan atas :
o Hepar Lobus kanan
o Kandung empedu
o Duodenum
o Pangkal pankreas
• Kuadran kiri atas :
o Hepar lobus kiri
o Gaster
o Ujung pancreas
o sebagian colon transversum & desenden
• Kuadran kanan bawah :
o Sebagian transversum
o colon asenden
o Cecum & appendix
• Kuadran kiri bawah :
o Colon sigmoid
o Sebagian colon desenden
d. Tahap pemeriksaan :
1. Inspeksi :
a) Kulit abdomen :
- Sikatrik/scar  riwayat injuri/pembedahan abdominal
- Striae  kehamilan, cushing sindrom
- Warna :
• Warna kebiruan di sekitar umbilicus (Cullen's sign) : tanda perdarahan dalam cavum peritoneum.
• Memar diatas panggul (Grey Turner's sign): retroperitoneal bleeding inflamasi dari pancreas
• Jaundice/ikterik : liver disease, obstruksi saluran empedu
- Pelebaran vena (caput medusa) : sirosis hepatis (Gb.1)

b) Umbilicus :
• Kaji bentuk umbilikus:
o Adakah tanda inflamasi
o Adakah tanda hernia (Gb.2)
Untuk mengkaji adanya hernia umbilicus : anjurkan pasien berbaring dengan mengangkat kepala dan bahunya, jika ada hernia umbilicus, maka tampak bagian umbilicus menonjol selama maneuver tersebut.
Bentuk normal umbilicus : concave, warna sama dengan kulit sekitar abdomen
• Kaji Lokasi Umbilikus : normal lokasi umbilicus in mid-line.
c) Permukaan (countur) abdomen :
Termasuk daerah inguinal dan femoral : datar, bulat, protuberant/scapoid. Penonjolan melengkung akibat acites (Gb.3), penonjolan suprapubik karena kehamilan, kandung kemih penuh, tonjolan asimetris akibat pembesaran organ setempat atau masa (Gb.4)
d) Pembesaran organ :
perhatikan penonjolan hepar atau lien di bawah arcus costa pasien saat inspirasi dalam (Gb.5)
e) Pulsasi aorta : terkadang dapat terlihat daerah epigastrium
Inspect for Possible Significance
Contour a. Scaphoid/
cekung
b. Distention
c. Everted
umbilicus a. Cachexia

b. Fluid, flatulence, fat, feces, fibroid tumor, fetus
c. Tanda peningkatan tekanan abdomen, mis :
ascites, pembesaran masa, hernia umbilicus
Skin a. Pigmentation



b. Striae
c. Scars
d. Superficial
Veins
e. Umbilicus a. Grey Turner’s sign – echymoses akibat
hemorrhagic pancreatitis / strangulated bowel.
Cullen’s sign – warna kebiruan di umbilicus menandakan perdarahan di periumbilical
b. pregnancy, abdominal tumor, cusing sindrom, obesity
c. previous surgery or trauma
d. vena cava or portal system obstruction
e. vena cava obstruction (dilated veins), umbilical hernia, metastatic carcinoma and dampness or the smell of urine (patent urachus)
Movement Gerakan peristaltic
terlihat Bowel obstruction :
- small intestine: ladder pattern
- large intestine: see upside down U pattern


Grey Turner Sign

Gb.1
Caput Medusa: Dilated, tortuous, superficial veins radiating upwards from the umbilicus. Portal hypertension has caused recanalization of the umbilical vein, allowing the formation of this collateral pathway for venous return. This patient also has obvious ascites.









Gb.2
umbilical hernia while patient performs valsalva maneuver










Gb .3
Ascites: Abdomen symetrically distended secondary to fluid buildup in peritoneal cavity. Note bulging flanks as fluid distributes to most dependent areas of abdomen. Skin is also yellowed due to hyperbilirubinemia






Gb.4
Markedly enlarged gall bladder (labeled "GB")






Gb.5
Hepatomegaly
2. Auskultasi :
1. Peristaltic usus :
- Dengarkan peristaltik usus dengan menggunakan bagian diafragma stetoskop yang sebelumnya telah di hangatkan dengan menggosok ditelapak tangan
- Perhatikan karakter & frekuensi peristaltik usus di tiap kuadran
- Frekuensi peristaltik normal 5 - 35x/mnt atau tiap 5-15 detik sekali
- High pitched, tinkling (raindrops in a barrel) sounds adalah tanda awal obstruksi intestinal
- Penurunan frekuensi peristaltik usus : post operasi abdomen, peritonitis, trauma abdomen,ileus paralitik
- Peristaltik usus negatif (tidak ada bunyi peristaltik usus dalam 5 menit ): akibat obstruksi intestinal, perforasi usus, infark/iskemik intestinal
- Hyperperistaltik : diare
2. Bruits /Bising :
Menggunakan bagian bel untuk mendengarkan bising
• Aortic bruits didengar di area epigastrium kemungkinan menandakan aortic aneurysm
• Renal artery bruits are in each upper quadrant. They may be a
sign of renal artery stenosis, which is a potentially treatable cause of
hypertension;
• Iliac/femoral bruits are in the lower quadrants. They may be a
sign of peripheral atherosclerosis.

Gb Lokasi Auskultasi abdomen

Aorta = mid epigastric
Renal arteries = right upper quadrant and left upper quadrant
Iliac arteries = left lower quadrant and right lower quadrant
Femoral arteries = right lower quadrant and left lower quadrant
3. Palpasi :
1. Tujuan :
• Mengetahui ketegangan otot abdoment
• Mengetahui lokasi nyeri abdomen
• Mengetahui ukuran, kondisi, & konsistensi organ abdominal
Normal: abdomen lembut, rectus muscle relaks dan tidak ada keluhan ketidaknyamanan selama palpasi
2. Tehnik palpasi :
a. Light palpation : melakukan palpasi dengan penekanan abdomen secara lembut sekitar 1- 2 cm, penekanan ini membuat pasien relaks.
b. Deep palpation : melakukan palpasi dengan kedua tangan, penekanan abdomen dengan kedalaman sekitar 4 cm,
c. Ballottement : gerakan menekan dinding abdomen kemudian dengan cepat melepas tekanan memantul dinding abdomen
3. Palpasi Hepar :
 Letakkan tangan kiri di belakang pinggang menyangga kosta ke 11 & 12 dengan posisi sejajar dengan kosta, ajurkan pasien untuk rileks, tangan kanan mendorong hepar ke atas dan kedalam dengan lembut
 Anjurkan pasien inspirasi dalam & rasakan sentuhan hepar saat inspirasi, jika teraba sedikit kendorkan jari & raba permukaan anterior hepar
 Normal hepar : lunak tegas, tidak berbenjol-benjol











Gb. Palpasi Hepar
4. Palpasi Lien :
o Letakkan tangan kiri menyangga & mengangkat kosta ke 11& 12 bagian bawah sebelah kiri pasien
o Tangan kanan diletakkan di bawah arcus costa, lakukan tekanan kearah lien
o Anjurkan pasien untuk inspirasi dalam & rasakan sentuhan lien pada ujung jari, perhatikan apakah ada nyeri tekan, bagaimana permukaannya, perkirakan jarak antara lien dengan batas terendah dari kosta kiri terbawah.

Gb Palpasi lien/limpa
5. Palpasi Ginjal :
a. Ginjal kanan :
 Letakkan tangan kiri di pinggang pasien, paralel pada kosta ke 12, dengan ujung jari anda menyentuh sudut kostovertebral
 Angkat dan dorong ginjal kanan ke depan
 Letakkan tangan kanan di kuadran kanan atas di sebelah lateral sejajar terhadap otot rektus, anjurkan pasien untuk nafas dalam
 Waktu puncak inspirasi tekanlah tangan kanan anda dalam-dalam ke kuadran kanan atas, dibawah arcus costa & cobalah untuk ”menangkap” ginjal di kedua tangan kanan & rasakan bagaimana ginjal kembali ke posisi waktu ekspirasi, apabila ginjal terab tentukan ukurannya, ada tidaknya nyeri tekan

Gb Palpasi Ginjal
b. Ginjal kiri :
o Gunakan tangan kanan untuk menyangga & mengangkat dari belakang
o Tangan kiri untuk meraba pada kauadran kiri atas, lakukan pemeriksaan seperti pemeriksaan ginjal kanan
4. Perkusi :
Tujuan :
- Untuk mengetahui ukuran hepar,lien
- Untuk mengetahui adanya asites
- Untuk mengetahui masa padat/kistik
- Untuk mengetahui adanya udara pada lambung & usus
• Perkusi Hepar :
o Garis midklavikula kanan mulai dari bawah umbilikus keatas, sampai terdengar suara redup(dullness) yang merupakan batas bawah hepar
o Lakukan perkusi dari daerah paru ke bawah untuk menetukan batas atas hepar, ukurlah berapa sentimeter tinggi daerah redup hepar tersebut
o Normal batas atas sampai bawah 6 - 12 cm di midclavicular







Gb.Perkusi Hepar

• Perkusi Lien :
o Perkusi daerah intercosta terbawah di garis axilaris anterior kiri, kemudian minta pasien untuk inspirasi panjang & lakukan perkusi lagi, jika klien tidak membesar suara perkusi tetap timpani, apabila suara menjadi redup saat inspirasi berarti ada pembesaran lien
o Perkusi lien dari berbagai arah, jika diketemukan daerah redup yang luas berarti terdapat pembesaran lien










GB. Perkusi Lien
5. Pemeriksaan Spesifik Abdomen :
a. Mendeteksi Ascites :
1) Shifting Dullnes :
a) Posisikan pasien supinasi, perkusi dari umbilikus ke arah panggul, berikan tanda garis di kulit pasien, dimana ada perubahan dari timpani menjadi redup/dullness.
b) Miringkan pasien, lakukan perkusi, beri tanda dari perubahan suara tympani menjadi redup/dullnes.Perbedaan antara garis tersebut menandakan adanya ascites


2) Fluid wave :
Minta seseorang untuk menekan abdomen dengan sisi telapak tangan tepat berada di tengah abdomen (untuk mencegah getaran melalui dinding abdomen) tempatkan kedua telapak tangan disisi abdomen, getarkan/tepuk abdomen dg tangan kanan, jika tanga kiri merasakan aliran cairan/gelombang, menunjukkan adanya ascites


3) Puddle sign :
Posisikan pasien pronasi dengan bertumpu lutut dan siku (cairan ascites menuju bagian yg lebih rendah), perkusi abdomen mulai dari panggul ke midline, perkusi menjadi lebih nyaring di atas di banding bagian bawah


b. Mendeteksi Appendiksitis :
1) Psoas Sign

The psoas sign
Pain on passive extension of the right thigh. Patient lies on left side. Examiner extends patient's right thigh while applying counter resistance to the right hip (asterisk).

Anatomic basis for the psoas sign: inflamed appendix is in a retroperitoneal location in contact with the psoas muscle, which is stretched by this maneuver.
2) The obturator sign

The obturator sign
Pain on passive internal rotation of the flexed thigh. Examiner moves lower leg laterally while applying resistance to the lateral side of the knee (asterisk) resulting in internal rotation of the femur.



Anatomic basis for the obturator sign: inflamed appendix in the pelvis is in contact with the obturator internus muscle, which is stretched by this maneuver.











STANDART OPERATING PROCEDURE ( SOP)
PEMERIKSAAN ABDOMEN

No Tindakan

Tahap Pre Interaksi
1 Cuci tangan
2 Mempersiapkan peralatan
Tahap Orientasi
3 Memberi salam dan memperkenalkan diri
4 Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan
5 Memberi kesempatan bertanya
Tahap Kerja
6 Tutup pintu, jendela & tirai
7 Posisikan pasien supinasi dengan fleksi lutut, buka pakaian pasien dari batas procesus xipoideus sampai simpisis pubis
8 Inspeksi :
o kulit abdomen : warna, keutuhan
o umbilicus : bentuk, warna dan lokasi
o permukaan (countur) abdomen : daerah inguinal dan femoral
o pembesaran organ
9 Auskultasi :
(Hangatkan stetoskop bagian diafragma sebelum melakukan pemeriksaan)
o Perhatikan karakter & frekuensi peristaltik usus
o Dengarkan adakah bising aortic, bising arteri renal, bising illiac/inguinal
10 Palpasi :
(Hangatkan telapak tangan sebelum melakukan pemeriksaan)
• Hepar :
• Letakkan tangan kiri di belakang pinggang menyangga kosta ke 11 & 12 dengan posisi sejajar dengan kosta, ajurkan pasien untuk rileks, tangan kanan mendorong hepar ke atas dan kedalam dengan lembut
• Anjurkan pasien inspirasi dalam & rasakan sentuhan hepar saat inspirasi, jika teraba sedikit kendorkan jari & raba permukaan anterior hepar
• Lien :
• Letakkan tangan kiri menyangga & mengangkat kosta bagian bawah sebelah kiri pasien
• Tangan kanan diletakkan di bawah arcus costa, lakukan tekanan kearah lien
• Anjurkan pasien untuk inspirasi dalam & rasakan sentuhan lien pada ujung jari, perhatikan apakah ada nyeri tekan, bagaimana permukaannya, perkirakan jarak antara lien dengan batas terendah dari kosta kiri terbawah.
Ginjal: :
1. Ginjal kanan :
o Letakkan tangan kiri di pinggang pasien, paralel pada kosta ke 12, dengan ujung jari anda menyentuh sudut kostovertebral
o Angkat dan dorong ginjal kanan ke depan
o Letakkan tangan kanan di kuadran kanan atas di sebelah lateral sejajar terhadap otot rektus, anjurkan pasien untuk nafas dalam
o Waktu puncak inspirasi tekanlah tangan kanan anda dalam-dalam ke kuadran kanan atas, dibawah arcus costa & cobalah untuk ”menangkap” ginjal di kedua tangan kanan & rasakan bagaimana ginjal kembali ke posisi waktu ekspirasi, apabila ginjal terab tentukan ukurannya, ada tidaknya nyeri tekan
o 2. Ginjal kiri :
o Gunakan tangan kanan untuk menyangga & mengangkat dari belakang
o Tangan kiri untuk meraba pada kauadran kiri atas, lakukan pemeriksaan seperti
pemeriksaan ginjal kanan
11 Perkusi :
• Hepar :
o Garis midklavikula kanan mulai dari bawah umbilikus keatas, sampai terdengar suara redup yang merupakan batas bawah hepar
o Lakukan perkusi dari daerah paru ke bawah untuk menetukan batas atas hepar, ukurlah berapa sentimeter tinggi daerah redup hepar tersebut
• Lien :
o Perkusi daerah intercosta terbawah di garis axilaris anterior kiri, kemudian minta pasien untuk inspirasi panjang & lakukan perkusi lagi, jika lien tidak membesar suara perkusi tetap timpani, apabila suara menjadi redup saat inspirasi berarti ada pembesaran lien
o Perkusi lien dari berbagai arah, jiuka diketemukan daerah redup yang luas berarti terdapat pembesaran lien
Tahap Terminasi
12 Mengevaluasi Respon pasien, Kontrak waktu
13 Merapikan pasien & alat
14 Mencuci tangan
15 Mendokumentasikan : hasil & waktu pemeriksaan, nama & tanda tangan pemeriksa, respon pasien saat & setelah pemeriksaan


















REFERENSI
http://www.meddean.luc.edu/lumen/meded/MEDICINE/PULMONAR/PD/pstep61.htm, dikutip tanggal 23/2/09
http://www.med-ed.virginia.edu/courses/pom1/pexams/Abdomen,dikutip tanggal 23/2/09
http://www.patient.co.uk/showdoc/40024881, di kutip tanggal 25/2/09

Goldlberg,Charlie&ThompsonJan, A Practical Guide to clinical Medicine, The School of Medicine of the University of California, San Diego. All rights reserved. Last updated 8/28/03.
Timbi, Barbara K & Smith (2006), Nancy E, Introductory Medikal Surgical Nursing 9th ed, Lippincott company
_________(1991), Ilustrated Manual Nursing Practice, spring House Corporation, Pennsylvania

Selasa, 01 Desember 2009

ECG

ELEKTROKARDIOGRAFI

1. Pendahuluan :
Sebelum kita membahas mengenai penggunaan EKG, terlebih dahulu kita mengetahui sistem konduksi (listrik jantung) yang berperan dalam pencatatan pada EKG, yang terdiri dari :
a. SA Node ( Sino-Atrial Node )
Terletak dibatas atrium kanan (RA) dan vena cava superior (VCS). Sel-sel dalam SA Node ini bereaksi secara otomatis dan teratur mengeluarkan impuls (rangsangan listrik) dengan frekuensi 60 - 100 kali permenit kemudian menjalar ke atrium, sehingga menyebabkan seluruh atrium terangsang
b. AV Node (Atrio-Ventricular Node)
Terletak di septum internodal bagian sebelah kanan, diatas katup trikuspid. Sel-sel dalam AV Node dapat juga mengeluar¬kan impuls dengan frekuensi lebih rendah dan pada SA Node yaitu : 40 - 60 kali permenit. Oleh karena AV Node mengeluarkan impuls lebih rendah, maka dikuasai oleh SA Node yang mempunyai impuls lebih tinggi. Bila SA Node rusak, maka impuls akan dikeluarkan oleh AV Node.
c. Berkas His
Terletak di septum interventrikular dan bercabang 2, yaitu :
1) Cabang berkas kiri ( Left Bundle Branch)
2) Cabang berkas kanan ( Right Bundle Branch )
Setelah melewati kedua cabang ini, impuls akan diteruskan lagi ke cabang-cabang yang lebih kecil yaitu serabut purkinye.
d. Serabut Purkinye
Serabut purkinye ini akan mengadakan kontak dengan sel-sel ventrikel. Dari sel-sel ventrikel impuls dialirkan ke sel-sel yang terdekat sehingga seluruh sel akan dirangsang. Di ventrikel juga tersebar sel-sel pace maker (impuls) yang secara otomatis mengeluarkan impuls dengan frekuensi 20 - 40 kali permenit.


Gambar 1. Sistem Penjalaran Konduksi Jantung SA node (60-100x/m)

AV node (40-60x/m)

Berkas his

RBB LBB

Pleksus purkinje (20-40x/m)
2. Definisi ECG :
• Elektrokardiogram (EKG atau ECG) adalah pencatatan grafis potensial listrik yang ditimbulkan oleh jantung pada waktu berkontraksi
• Elektrodiografi adalah ilmu yang mempelajari perubahan-perubahan potensial atau perubahan voltage yang terdapat dalam jantung.
• Penggunaan EKG dipelopori oleh Einthoven pada tahun 1903 dengan menggunakan Galvanometer. Galvanometer senar ini adalah suatu instrumen yang sangat peka sekali yang dapat mencatat perbedaan kecil dari tegangan (milivolt) pada jantung.
• Rekaman EKG dibuat pada kertas yang berjalan dengan kecepatan standar 25 mm/detik dan defleksi 10 mm sesuai dengan potensial 1 mVolt

3. Tujuan Pemeriksaan :
a) Mengetahui frekuensi denyut jantung (Heart Rate)
b) Mengetahui irama jantung (Rhytme)
c) Mengetahui axis/sumbu jantung
d) Mengetahui ada tidaknya Hipertrofi otot jantung
e) Mengetahui ada tidaknya iskemia/infark miokard

4. Indikasi:
a) Pasien baru yang mempunyai resiko gangguan system kardiovaskuler, mis : usila, obesitas, riwayat penyakit jantung, riwayat keluarga dengan penyakit jantung
b) Pasien dengan keluhan kardiovaskuler, missal : nyeri dada sebelah kiri menjalar ke lengan maupun leher, dispnea, sianosis, palpitasi.
c) Pasien dengan gangguan kardiovakuler, missal : penyakit jantung koroner, penyakit jantung rematik, penyakit jantung bawaan, gagal jantung.
d) Pasien dengan bedah jantung

5. Sistem Elektrikal Jantung & pembentukan gelombang
Pada EKG terlihat bentuk gelombang khas yang disebut P, QRS, dan T, sesuai dengan penyebaran eksitasi listrik dan pemulihannya melalui sistem hantaran dan miokardium. Gelombang – gelombang ini direkam pada kertas grafik dengan skala waktu horisontal dan voltase vertikal. Makna bentuk gelombang dan interval pada EKG adalah sebagai berikut :
a. Gelombang P :
Sesuai dengan depolarisasi atrium. Rangsangan normal untuk depolarisasi atrium berasal dari nodus sinus. Namun, besarnya arus listrik yang berhubungan dengan eksitasi nodus sinus terlalu kecil untuk dapat terlihat pada EKG. Gelombang P dalam keadaan normal berbentuk melengkung dan arahnya ke atas pada kebanyakan hantaran.
Pembesaran atrium dapat meningkatkan amplitudo atau lebar gelombang P, serta mengubah bentuk gelombang P. Disritmia jantung juga dapat mengubah konfigurasi gelombang P. Misalnya, irama yang berasal dari dekat perbatasan AV dapat menimbulkan inversi gelombang P, karena arah depolarisasi atrium terbalik.
Gb. Gelombang P


b. PR interval
Diukur dari permulaan gelombang P hingga awal kompleks QRS. Dalam interval ini tercakup juga penghantaran impuls melalui atrium dan hambatan impuls melalui nodus AV. Interval normal adalah 0,12 sampai 0,20 detik. Perpanjangan interval PR yang abnormal menandakan adanya gangguan hantaran impuls, yang disebut bloks jantung
tingkat pertama.
Gb P-R Interval

c. QRS complex
Menggambarkan depolarisasi ventrikel. Amplitudo gelombang ini besar karena banyak massa otot yang harus dilalui oleh impuls listrik. Namun, impuls menyebar cukup cepat, normalnya lamanya komplek QRS adalah antara 0,06 dan 0,10 detik. Pemanjangan penyebaran impuls melalui berkas cabang disebut sebagai blok berkas cabang (bundle branch block) akan melebarkan kompleks ventrikuler. Irama jantung abnormal dari ventrikel seperti takikardia juga akan memperlebar dan mengubah bentuk kompleks QRS oleh sebab jalur khusus yang mempercepat penyebaran impuls melalui ventrikel di pintas. Hipertrofi ventrikel akan meningkatkan amplitudo kompleks QRS karena penambahan massa otot jantung. Repolasisasi atrium terjadi selama massa depolarisasi ventrikel. Tetapi besarnya kompleks QRS tersebut akan menutupi gambaran pemulihan atrium yang tercatat pada elektrokardiografi.
Gb. QRS Komplek

d. Segment ST :
Interval ini terletak antara gelombang depolarisasi ventrikel dan repolarisasi ventrikel. Tahap awal repolarisasi ventrikel terjadi selama periode ini, tetapi perubahan ini terlalu lemah dan tidak tertangkap pada EKG. Penurunan abnormal segmen ST dikaitkan dengan iskemia miokardium sedangkan peningkatan segmen ST dikaitkan dengan infark. Penggunaan digitalis akan menurunkan segmen ST.

e. Gelombang T :
Repolarisasi ventrikel akan menghasilkan gelombang T. Dalam keadaan normal gelombang T ini agak asimetris, melengkung dan ke atas pada kebanyakan sadapan. Inversi gelombang T berkaitan dengan iskemia miokardium. Hiperkalemia (peningkatan kadar kalium serum) akan mempertinggi dan mempertajam puncak gelombang T.
Gb. Gelombang T


6. Sadapan Listrik
Arus listrik yang dihasilkan dalam jantung selama depolarisasi dan repolarisasi akan dihantarkan ke seluruh permukaan tubuh. Muatan listrik tersebut dapat dicatat menggunakan elektroda yang ditempelkan pada kulit. Elektroda pencatat di pasang pada ekstremitas dan dinding dada, dan sebuah elektroda yang dipasang pada bumi yang bertujuan mengurangi gangguan listrik, dipasang pada tungkai kanan.
Berbagai kombinasi dari elektroda akan menghasilkan 12 sadapan standar. Masing – masing sadapan mencatat peristiwa listrik dari seluruh siklus jantung, namun masing – masing hantaran meninjau jantung dari sudut pandangan yang berbeda. Oleh karena itu, bentuk gelombang yang dibentuk oleh sadapan yang terbentuk sedikit berbeda. Pada umumnya dirancang tiga kategori sadapan :
1. Sadapan standar anggota tubuh (sadapan I, II, dan III)
Sadapan ini mengukur opotensial listrik antara dua titik, sehingga sadapan ini bersifat bipolar, dengan satu kutub negatif dan satu kutub positif. Elektroda ditempatkan pada lengan kanan, lengan kiri, dan tungkai kiri.
• Sadapan I melihat jantung dari sumbu yang menghubungkan lengan kanan dan lengan kiri, dengan lengan kiri sebagai kutub positif.
• Sadapan II dari lengan kanan dan tungkai kiri, dengan tungkai kiri positif. Sedangkan.
• Sadapan III dari lengan kiri dan tungkai kiri dengan tungkai kiri positif.
2. Sadapan anggota badan yang diperkuat (aVR, aVL, aVF)
Hantaran ini disesuaikan secara elektris untuk mengukur potensial listrik absolut pada satu tempat pencatatan, yaitu dari elektroda positif yang ditempatkan pada ekstremitas dengan demikian merupakan suatu sadapan unipolar. Keadaan ini dicapai dengan menghilangkan efek kutub negatif secara elektris dan membentuk suatu elektroda “indiferen” pada potensial nol.
EKG secara otomatis akan mengadakan penyesuaian untuk menghubungkan elektroda anggota badan lainnya sehingga membentuk suatu elektroda indiferen yang pada hekekatnya tidak akan mempengaruhi elektroda positif. Voltase yang tercatat pada elektroda positif lalu diperkuat atau diperbesar untuk menghasilkan sadapan ekstremitas unipolar. Terdapat tiga sadapan anggota tubuh yang diperbesar:
• aVR mencatat lengan kanan
• aVL mencatat lengan kiri
• aVF memcatat tungkai kiri (lokasi aVF dapat dengan mudah diingat dengan lokasi huruf F dengan kata foot (kaki).

3. Sadapan prekordial atau dada (V1 hinggan V6)
Merupakan sadapan unipolar yang mencatat potensial listrik absolut pada dinding dada anterior atau prekordium. Identifikasi petunjuk – petunjuk berikut mempermudah meletakkan prekordial dengan tepat :
• Sudut Louis yaitu tonjolan tulang dada pada sambungan antara manubrium dan korpus sterni.
• Ruang sela iga kedua, berdekatan dengan sudut Louise.
• Linea midklavikularis kiri
• Linea aksilaris anterior dan midaksilaris
Elektroda di pasang berurutan pasang enam tempat berbeda pada dinding dada :
• V1 : pada sela iga keempat sebelah kanan dari sternum
• V2 : pada sela iga keempat sebelah kiri dari sternum
• V3 : pada pertengan antara V2 dan V4
• V4 : pada sela iga kelima di garis mid-klavikularis
• V5 : horisontal terhadap V4, pada garis aksilaris anterior
• V6 : horisontal terhadap V5, pada garis mid aksilaris.

7. Cara Pemeriksaan :
a) Persiapan Alat-alat EKG :
1) Mesin EKG yang dilengkapi dengan 3 kabel, sebagai berikut :
a. Satu kabel untuk listrik (power)
b. Satu kabel untuk bumi (ground)
c. Satu kabel untuk pasien, yang terdiri dari 10 cabang dan diberi tanda dan warna.
d. Plat elektrode yaitu :
• 4 buah elektrode extremitas dan manset
• 6 Buah elektrode dada dengan balon penghisap.
e. Jelly elektrode / kapas alkohol
f. Kertas EKG (telah siap pada alat EKG) dan kertas tissue
b) Persiapan Pasien :
a. Pasien diberitahu tentang tujuan perekaman EKG
b. Anjurkan pasien untuk melepas bahan logam atau metal yang akan menggangu aliran listrik, missal : perhiasan, jam tangan
c. Jaga privasi pasien, tutup pintu/tirai/jendela
d. Pakaian pasien dibuka dan dibaringkan terlentang dalam keadaan tenang selama perekaman.
c) Cara kerja :
1) Sebelum pemasangan elektrode, bersihkan kulit pasien di sekitar pemasangan manset, beri jelly kemudian hubungkan kabel elektrode dengan pasien.
2) Elektrode extremitas atas dipasang pada pergelangan tangan kanan dan kiri searah dengan telapak tangan.
3) Pada extremitas bawah pada pergelangan kaki kanan dan kiri sebelah dalam.
4) Posisi pada pengelangan bukanlah mutlak, bila diperlukan dapatlah dipasang sampai ke bahu kiri dan kanan dan pangkal paha kiri dan kanan.
5) Kemudian kabel-kabel dihubungkan :
a. Merah (RA / R) lengan kanan
b. Kuning (LA/ L) lengan kiri
c. Hijau (LF / F ) tungkai kiri
d. Hitam (RF / N) tungkai kanan (sebagai ground)
Hasil pemasangan tersebut terjadilah 2 sandapan (lead) :
1) Sandapan bipolar (sandapan standar) dan ditandai dengan angka romawi I, II, III.
2) Sandapan Unipolar Extremitas (Augmented axtremity lead) yang ditandai dengan simbol aVR, aVL, aVF.
3) Pemasangan elektroda dada (Sandapan Unipolar Prekordial), ini ditandai dengan huruf V dan disertai angka di belakangnya yang menunjukkan lokasi diatas prekordium, dipasang pada :
VI : sela iga ke 4 garis sternal kanan
V2 : sela iga ke 4 pada garis sternal kiri
V3 : terletak diantara V2 dan V4
V4 : ruang sela iga ke 5 pada mid klavikula kiri
V5 : garis aksilla depan sejajar dengan V4
V6 : garis aksila tengah sejajar dengan V4

http://www.newcardio.com/images/graphs/ecg-graph.gif
Jadi pada umumnya pada sebuah EKG dibuat 12 sandapan (lead) yaitu
I , II, III, aVR, aVL, aVF, VI, V2, V3, V4, V5, V6. Sandapan yang lain dibuat bila perlu. Lokasi permukaan otot jantung dapat dilihat pada EKG, seperti :
1. Anterior : V2, V3, V4
2. Septal : aVR, V1, V2
3. Lateral : I, aVL, V5, V6
4. Inferior : II, III, aVF
Aksis terletak antara : - 30 sampai + 110 (deviasi aksis normal)
Lebih dari – 30 : LAD (Left Axis Defiation/Deviasi aksis kiri)
Lebih dari dari + 110 : RAD (Rigt Axis Deviation/Deviasi aksis kanan)
6) Hidupkan mesin EKG dan tunggu sebentar untuk pemanasan.
7) Periksa kembali standarisasi EKG antara lain :
a. Kalibrasi 1 mv (10 mm)
b. Kecepatan 25 mm/detik
Setelah itu lakukan kalibrasi dengan menekan tombol run/start dan setelah kertas bergerak, tombol kalibrasi ditekan 2 -3 kali berturut-turut dan periksa apakah 10 mm
8) Sebelum melakukan perekaman instruksikan pasien untuk tetap tenang selama perekaman (hindari gerakan mis : tremor, batuk, bersin)
9) Memindahkan lead selector kemudian dibuat pencatatan EKG secara berturut-turut yaitu sandapan (lead) I, II, III, aVR, aVL, aVF, VI, V2, V3, V4, V5, V6. Setelah pencatatan, tutup kembali dengan kalibrasi seperti semula sebanyak 2-3 kali, setelah itu matikan mesin EKG
10) Rapikan pasien dan alat-alat.
a. Catat di pinggir kiri atas kertas EKG
b. Nama pasien
c. Umur
d. Tanggal/Jam
e. Dokter yang merawat dan yang membuat perekaman pada kiri bawah
5. Dibawah tiap lead, diberi tanda lead berapa, perhatian

Perhatian !
1. Sebelum bekerja periksa dahulu tegangan alat EKG.
2. Alat selalu dalam posisi stop apabila tidak digunakan.
3. Perekaman setiap sandapan (lead) dilakukan masing - masing 2 - 4 kompleks
4. Kalibrasi dapat dipakai gambar terlalu besar, atau 2 mv bila gambar terlalu kecil.
5. Hindari gangguan listrik dan gangguan mekanik seperti ; jam tangan, tremor, bergerak, batuk dan lain-lain.
6. Dalam perekaman EKG, perawat harus menghadap pasien.
8. Cara Membaca EKG
Ukuran-Ukuran pada kertas EKG, Pada perekaman EKG standar telah ditetapkan yaitu :
a) Kecepatan rekaman 25 mm/detik (25 kotak kecil)
b) Kekuatan voltage 10 mm = 1 millivolt (10 kotak kecil)
Jadi ini berarti ukuran dikertas EKG adalah :
1. Pada garis horisontal
• Tiap satu kotak kecil = 1 mm = 1/25 detik = 0,04 detik
• Tiap satu kotak sedang = 5 mm = 5/25 detik = 0,20 detik
• Tiap satu kotak besar = 25 mm = 25125” = I ,00 detik
2. Pada garis vertikal
• 1 kotak kecil = 1 mm =0.1 mv
• 1 kotak sedang = 5 mm = 0,5 mv
• 2 kotak sedang = 10 mm= I milivolt
9. Cara Menghitung EKG
Kecepatan EKG adalah 25 mm / detik. Satu menit = 60 detik, maka kecepatan EKG dalam 1 menit yaitu 60 x 25 = 1500 mm.
Satu kotak kecil panjangnya = 1mm.
Satu kotak sedang (5 kotak kecil) : 1500 / 5 = 300 mm

http://www.jonbarron.org/heart-health-program/07-02-2007.php
Cara menghitung denyut nadi permenit ada 5 cara yaitu :
1. 1500 : Jarak 2 RR (kotak kecil)
2. 300 : Jarak 2 RR (kotak sedang)
3. 60 (1 menit) : Jarak 2 RR (dalam detik)
4. Jumlah PQRS dalam 6 detik x 10
5. Penggaris EKG.

Nilai-Nilai EKG Normal :
1. Gelombang P yaitu depolarisasi atrium :
a. Nilai-normal ;
 Tinggi/amplitudo : < 3mm (< 0,3 milivolt)
 Lebar < 3 mm (0,06-0,11detik)
b. Bentuk (+) di lead I, II, aVF, V2 - V6
c. (-) di lead aVR
d. + atau - atau + bifasik di lead III, aVL, V1
2. Kompleks QRS yaitu depolarisasi ventrikel:
• Diukur dari permulaan gelombang QRS sampai akhir gelombang QRS
• Lebar 0,04 - 0,10 detik
• Tinggi tergantung lead
3. Gelombang Q yaitu defleksi pertama yang ke bawah (-)
• Lebar < 0,04 detik
• Dalam/Tinggi <1/3 tinggi R
4. Gelombang R yaitu defleksi pertama yang keatas (+)
• Tinggi tergantung lead.
• Pada lead I, II, aVF, V5 dan V6 gelombang R lebih tinggi (besar)
• Gelombang R kecil di V1
• Semakin tinggi (besar) di V2 - V6.
5. Gelombang S yaitu defleksi negative sesudah gelombang R
• Lebih besar pada VI - V3
• Semakin kecil di V4 - V6.
6. Gelombang T yaitu repolarisasi dan ventrikel :
a. (+) di lead I, II, aVF, V2 - V6.
b. (-) di lead aVR.
c. (±) / bifasik di lead III, aVL, V1 (dominan (+) / positif)
7. Gelombang U ; biasanya terjadi setelah gel. T (asal usulnya tidak diketahui) dan dalam keadaan normal tidak terlihat.


10. Kriteria Interpretasi EKG :
1. Frekuensi (Rate) :
Frekuensi jantung ( HR ), normal ; 60- 100 x / menit. Adapun cara menentukan jumlah frekuensi/kecepatan permenit :
a. Untuk irama yang regular yaitu 1500 dibagi jumlah kotak kecil antan R-R (jarak dan R1 ke R2) = HR / menit
b. Untuk irama irreguler yaitu direkam EKG dalam 6 detik, hitung beberapa banyak kompleks QRS kemudian dikalikan 10 HR/ menit (jumlah R R dalam 6 detik dikali 10 H R / menit)
CATATAN Setiap EKG irregular (ARITMIA), rekam lead II panjang
2. Irama (Rhythm) :
a. Bila teratur (reguler) dan gel. P selalu diikuti gel. QRS-T yakni normal disebut Sinus Ritme (irama sinus).
b. Bila irama cepat lebih dan 100 kali/menit disebut sinus tachikardi kurang dan 60 kali/menit disebut sinus bradikardi
c. Selain dan yang tersebut di atas adalah aritmia
3. Gelombang P :
Diukur dan awal sampai akhir gelombang P.
Digunakan untuk kepentingan:
1. menandakan adanya aktivitas atrium
2. menunjukkan arah aktivitas atrium
3. menunjukkan tanda-tanda pembesaran atrium
4. P-R Interval
Diukur dan awal gel.P sampai dengan awal gel.QRS Nilai
Digunakan untuk kepentingan:
a. Interval PR >0,20 detik : AV Block
b. Interval PR berubah-ubah : Wandering Pacemaker
5. Kompleks QRS
Pengukuran kompleks QRS ada 3 yang dinilai :
a. Lebar/interval : diukur dan awal sampai dengan akhir gel.QRS
Kepentingan : menandakan adanya Bundle Branch Block:
• lebar 0,10 - 0,12 = Incomplete B B B.
• Lebar >0,12 detik = Complete B B B.
b. AXIS ( sumbu )
• Nilai normal : - 300 sampai + 1100
• Cara menentukan axis yaitu dengan melihat 2 lead yang berbeda ekstremitas lead, yang terbaik adalah lead I & AVF. Kemudian tentukan jumlah aljabar dari amplitudo QRS di lead I dan aVF tentukan di kwadrant mana vektor QRS berada.
• Kepentingannya yakni 300 sampai 900 adalah L A D (Left Axis Deviation) dan + 1100 sampai 1800 adalah RAD (Right Axis Deviation)
c. Konfigurasi (bentuk)
• Nilai normal :
• Positif di lead I, II, aVF, V5, V6
• Negatif di lead aVR, V1, V2
• Bifasik di lead III, aVL, V3, V4, ( + / - ).
• Kepentingan mengetahui :
a. Q patologis
b. RAD/LAD
c. RVH/LVH
Komplek QRS

6. Segmen ST (ST Segment)
• Diukur dari akhir gel.QRS (J Point) sampai awal gel. T
• Nilai normal isoelektris (- 0,5 mm sampai + 2,5 mm)
• Kepentingan: Mengetahui kelainan pada otot jantung (iskemia dan infark)
7. Gelombang T (T Wave)
• Ukurannya dari awal sampai dengan akhir gel. T.
• Nilai normal amplitudo (tinggi) : Minimum 1 mm.
• Adapun kepentingan:
1. Menandakan adanya kelainan otot jantung (iskemia/infark)
2. Menandakan adanya kelainan elektrolit.
• Catatan:
1. Konfigurasi Gel. T Positif di lead I,II,aVF,V2-V6
2. Negatif di lead aVR
3. Bifasik di lead III, aVL, V1

REFERENSI

http://one.indoskripsi.com/judul-skripsi-tugas-makalah/ilmu-kesehatan/jantung-dan-ekg
http://www.jonbarron.org/heart-health-program/07-02-2007.php
http://www.newcardio.com/images/graphs/ecg-graph.gif
http://kursusekg-iii.blogspot.com/2009/02/iii1-cara-menghitung-frekwensi-denyut.html
http://www.davita-shop.co.uk/ecg-instruments.html

Perawatan Kolostomi

PERAWATAN KOLOSTOMI

I. PENDAHULUAN
Diversi usus atau fekal secara umum disebut pembedahan ostomi, dapat permanen atau sementara. Ini dilakukan terutama pada obstruksi usus mekanis, paling umum adalah kanker kolon, kolitis ulseratif, penyakit divertikular, dan trauma pada usus.
Ostomi dibuat melalui pembedahan dengan membuat lubang (stoma) melaui dinding abdomen dengan menggunakan segmen proksimal dari usus. Feses kemudian dikeluarkan melalui stoma.
Awalan yang mengikuti ostomi menunjukkan segmen usus yang dikeluarkan melalui dinding abdomen.
- Ileostomi : lubang stoma yang dibuat di ileum.
- Kolostomi :
• Kolostomi ascending : pembuatan lubang stoma di kolon ascenden (di sebelah kanan abdomen). Stool yang keluar dari stoma berbentuk cair
• Kolostomi Transverse : pembuatan lubang stoma di kolon transversum (disebelah atas abdomen kearah tengah atau sisi kanan)
• Kolostomi Descending / sigmoid : pembuatan lubang stoma di kolon desenden dan sigmoid ( di sebelah kiri bawah abdomen).

II. PENGERTIAN OSTOMI :
• Sebuah lubang buatan yang dibuat oleh dokter ahli bedah pada dinding abdomen untuk mengeluarkan feces (M. Bouwhuizen, 1991)
• Pembuatan lubang sementara atau permanan dari usus besar melalui dinding perut untuk mengeluarkan feces (Randy, 1987)
• Lubang yang dibuat melalui dinding abdomen ke kolon iliaka untuk mengeluarkan feces.



Kolostomi di lakukan ketika usus besar, rectum & anus tidak mampu berfungsi secera normal atau membutuhkan istirahat dari fungsi normalnya.
Kolostomi dibuat dengan membuka didinding abdomen (stoma) untuk pengeluaran feses dari usus besar (colon). Colostomi biasanya di buat setelah kolon yang mengalami obstruksi direseksi. Kolostomi dapat temporer atau permanen. Bagian akhir proksimal pada kolon yang sehat di keluarkan dari kulit dinding abdomen , kemudian di tempatkan kantong kolostomi untuk menampung faeses.

III. JENIS-JENIS KOLOSTOMI
Kolostomi dibuat berdasarkan berbagai indikasi dan tujuan tertentu, sehingga jenisnya ada beberapa macam tergantung dari kebutuhan klien. Kolostomi dapat dibuat secara permanen maupun sementara.:
1. Kolostomi permanen
Pembuatan kolostomi permanen biasanya dilakukan apabila klien sudah tidak memungkinkan untuk defekasi secara normal karena adanya keganasan, perlengketan atau pengangkatan kolon sigmoid atau rektum sehingga tidak memunginkan feces melalui anus.Kolostomi permanen biasanya berupa kolostomi single barrel (dengan satu ujung lubang).

2. Kolostomi temporer/sementara
Pembuatan kolostomi biasanya untuk tujuan dekompresi kolon atau untuk mengalirkan feces sementara dan kemudian kolon akan dikembalikan seperti semula dan abdomen ditutup kembali. Kolostomi temporer ini mempounyai dua ujung yang dikeluarkan melalui abdomen yang disebut kolostomi double barrel.

Lubang kolostomi yang muncul dipermukaan berupa mukosa kemerahan yang disebut Stoma. Pada minggu pertama post kolostomi biasanya masih terjadi pembengkakkan sehingga stoma tampak membesar.


Klien dengan pemasangan kolostomi biasanya disertai dengan tindakan laparatomi (pembukaaan dinding abdomen). Luka laparatomi sangat beresiko mengalami infeksi karena letaknya bersebelahan dengan lubang stoma yang kemungkinan banyak mengeluarkan feces yang dapat mengkontaminasi luka laparatomi.
Perawat harus selalu memonitor kondisi luka dan segera merawat luka dan mengganti balutan jika balutan terkontamiansi feces.
Perawat harus segera mengganti kantong kolostomi jika kantong telah terisi feces atau jika kantong kolostomi bocor dan feces cair mengotori abdomen. Perawat juga harus mempertahankan kulit klien disekitar stoma tetap kering, hal ini penting untuk menghindari terjadinya iritasi kulit dan untuk kenyamanan klien.

Kulit sekitar stoma yang mengalami iritasi harus segera diberi zink salep/zink oil atau segera konsultasikan pada dokter ahli jika klien alergi terhadap perekat kantong kolostomi. Pada klien yang alergi tersebut mungkin perlu dipikirkan untuk remodifikasi kantong kolostomi agar kulit klien tidak teriritasi.

IV. KATEGORI STOMA
a. End Stoma :
End stoma/ terminal stoma dapat dibuat secara permanen maupun temporer. Stoma dengan bentuk tunggal, dilakukan dengan bagian akhir proksimal colon dibuka, dikeluarkan dan di jahit ke dinding abdomen

b. Loop Stoma :
Pembentukan stoma dengan menggunakan penyangga/jembatan dari plastic, karet atau kaca yang diletakkan di bawah colon, untuk membuat usus tetap terbuka didinding abdomen

c. Double Barrel Stoma :
Pembuatan stoma dari usus bagian distal dan proksimal yang bagian ujungnya di keluarkan melalui dinding abdomen sehingga membentuk 2 stoma

d. Mucous Fistula :
Pembentukan stoma dari usus besar atau usus kecil, 1 stoma untuk mengalirkan faeces yang lainnya untuk mengalirkan mucus


V. TIPE KANTONG KOLOSTOMI
Jenis kantong kolostomi bervariasi sesuai dengan ukuran dan bentuk. Kantong kolostomi harus ringan dan kedap bau. Beberapa kantong juga mempunyai filter arang yang dapat melepaskan gas secara perlahan dan membantu mengurangi bau.
A. Jenis kantong ostomi berdasarkan bentuk kantong :
1. Drainable Pounches / Open-ended pouch :
Jenis ini memungkinkan anda untuk membuka bagian bawah dari kantong untuk mengalirkan output. tipe ini biasanya di tutup dg menggunakan klem.tipe ini biasanya di gunakan untuk pasien dengan kolostomi ascenden dan kolostomi transversum.


2. Close Pounches/ Close-ended pouch:
Jenis kantong ini, ketika kantong telah terisi kemudia diambil dan dibuang, kemudian di pasang lagi dengan yang baru. Kantong ini biasanya digunakan oleh pasien dengan kolostomi desenden dan sigmoid. Output dari jenis kantong kolostomi ini tidak perlu untuk dialirkan .

3. Valve/tap closure Pounches :
Digunakan untuk menampung urin output dari stoma urinary. Dapat digunakan sampai beberapa hari


B. Jenis Kantong berdasarkan Jumlah Bagian Kantong :
1. One-piece:
Kantong ini terdiri dari kantong kecil dan penghalang kulit. Penghalang kulit mudah lengket (adesif) yang ditempatkan disekitar stoma dan ditempelkan ke kulit sekitar stoma. Ketika kantong kecil akan diganti dengan baru, kantong kecil baru harus di rekatkan kembali ke kulit.


2. Two-piece:
Kantong ini terdiri dari dua bagian : Face plate yang bersifat adesif dan kantong penampung faeces. Face plate tetap berada dalam tempatnya saat kantong yang telah terisi faeces di ambil dan diganti dengan kantong baru kemudian kantong baru dihubungkan ke face plate. Kantong baru tidak perlu dilengketkan kembali kekulit setiap kali pergantian kantong,cukup di hubungkan kembali dengan face plate, sehingga sistem ini sangat menolong untuk pasien dengan kulit sensitive


C. Jenis kantong berdasarkan warna kantong :
1. Clear Pounch/transparent pounch : kantong kolostomi transparan / bening, cocok di gunakan untuk post operasi karena dapat mengobservasi kondisi stoma.
2. Opaque Pounch /white pounch : kantong berwarna coklat/putih

VI. PENDIDIKAN KEPADA KLIEN
Klien dengan pemasangan kolostomi perlu berbagai penjelasan baik sebelum maupun setelah operasi terutama tentang perawatan kolostomi bagi klien yang harus menggunakan kolostomi permanen.
Berbagai hal yang harus diajarkan pada klien antara lain:
• Teknik penggantian/pemasangan kantong kolostomi yang baik dan benar.
• Teknik perawatan stoma dan kulit sekitar stoma
• Waktu penggunaaan kantong kolostomi
• Teknik kolostomi dan manfaatnya bagi klien
• Jadwal makan/pola makan yang harus dilakukan untuk menyesuaikan
• Pengeluaran feces agar tidak mengganggu aktivitas klien.
• Berbagai jenis makanan bergizi yang harus dikonsumsi
Beberapa makanan yang harus di batasi/dihindari :
o Menghasilkan bau : bawang putih,bawang merah,kubis,brokoli,asparagus
o Menghasilkan gas : kacang,kubis & sejenisnya,kecambah,bawang merah,
o Menyebabkan diare : alkohol, makanan pedas,buah-buahan mentah,kopi
o Potensial menyebabkan konstipasi :kacang, popcorn, jagung,
• Berbagai aktifitas yang boleh dan tidak boleh dilakukan klien
• Berbagai hal keluhan yang harus dilaporkan segera pada dokter (jika klien sudah dirawat di rumah)
• Berobat/kontrol ke dokter secara teratur
• Makanan yang tinggi serat.

VII. KOMPLIKASI KOLOSTOMI
1. Obstruksi/penyumbatan
Penyumbatan dapat disebabkan oleh adanya perlengketan usus atau adanya pengerasan feces yang sulit dikeluarkan. Untuk menghindari teiadinya sumbatan, klien perlu dilakukan irigasi kolostomi secara teratur. Pada klien dengan kolostomi permanent tindakan irigasi ini perlu diajarkan agar klien dapat melakukannya secara mandiri dikamar mandi.
2. Infeksi
Kontaminasi feces merupakan factor yang paling sering menjadi penyebab terjadinya
infeksi pada luka sekitar stoma. Oleh karena itu pemantauan yang terus menerus
sangat diperlukan dan tindakkan segera mengganti balutan luka dan mengganti
kantong kolostomi sangat bermakna untuk mencegah infeksi.
3. Retraksi stoma/mengkerut
Stoma mengalami peningkatan karena kantong kolostomi yang lerlalu sempit dan juga karena adanya jaringan scar yang terbentuk di sekitar stoma yang mengalamI pengerutan
4. Prolaps pada stoma
Terjadi karena kelemahan otot abdomen atau karena fiksasi struktur penyokong stoma yang kurang adequat pada saat pembedahan.
5. Stenosis
Penyernpitan dari kuman stoma yang terjadi karena adanya jaringan parut / scar pada pertemuan mukosa stoma dan kulit.
6. Pendarahan stoma

VIII. PERAWATAN KOLOSTOMI
A. PENGERTIAN
Membersihkan stoma kolostomi, kulit sekitar stoma dan mengganti kantong kolostomi secara berkala sesuai kebutuhan.

B. TUJUAN
1. Menjaga kebersihan klien
2. Mencegah terjadinya infeksi
3. Mencegah iritasi kulit sekitar stoma
4. Mempertahankan kenyamanan klien dan lingkungannya
C. PERSIAPAN KLIEN
1. Memberi penjelasan pada klien tentang tujuan tindakan dll
2. Mengatur posisi tidur klien (supinasi)
3. Mengatur tempat tidur klien dan lingkungan klien (menutup gorden jendela,
pintu memasang penyekat tempat tidur (k/p), mempersilahkan keluarga
untuk menunggu diluar kecuali jika diperlukan untuk belajar merawat kolostomi
klien dll)
D. SIKAP PERAWAT SAAT MERAWAT KOLOSTOMI
• Tidak menunjukkan rasa jijik
• Terampil dan tidak ragu-ragu
• Menjalankan komunikasi terapeutik
• Menunjukkan sikap empati
• Efèktif dan efisien
• Menjaga privacy klien.
STANDART OPERATING PROCEDURE ( SOP )
PERAWATAN KOLOSTOMI

No Tindakan

TAHAP PRE-INTERAKSI
1. Mengecek catatan medik
2. Mencuci tangan
3. Menyiapkan alat :
• Kantong kolostomi sesuai kebutuhan
• Kapas
• Larutan NaCI 0,9 %/ air matang
• Bedpan/pispot
• Spidol
• Gunting (k/p)
• Pola ukuran stoma
• Stoma powder
• Stoma hasive paste
• Waslap
• Sabun mandi
• Air hangat
• Sepasang sarung tangan
• Kasa kering
• Bengkok/piala ginjal
• Perlak dan pengalasnya
• Kantong plastic
• Tempat sampah
TAHAP ORIENTASI
4. Memberi salam dan memperkenalkan diri
5 Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan
6 Memberi kesempatan pasien untuk bertanya
TAHAP KERJA
7 Mengatur posisi tidur klien (supinasi)
8 Mengatur tempat tidur klien dan lingkungan klien (menutup korden, jendela, pintu memasang penyekat tempat tidur (k/p), mempersilahkan keluarga untuk menunggu diluar kecuali jika diperlukan untuk belajar merawat kolostomi klien dll)
9 Perawat mencuci tangan dan memakai sarung tangan
10 Meletakkan perlak dan pengalasnya di sebelah kanan/ kiri klien sesuai letak stoma
11 Meletakkan bengkok di atas perlak dan didekatkan ke tubuh klien
12 Membuka set kolostomi,siapkan kapas berisi cairan NaCI 0,9%/ air matang
13 Mengobservasi produk stoma (warna, konsistensi, bau & jumlah), jika tipe kantong kolostomi drainable, buka klem buang feses ke pispot.
14 Membuka kantong kolostomi yang terpasang pada tubuh klien dengan sangat hati-hati dan tangan kiri menekan kulit klien.
15 Membuang kantong kolostomi kotor ke tempat sampah/plastik
16 Membersihkan kulit sekitar stoma dengan sabun dan air hangat dg menggunakan waslap
17 Membersihkan stoma dan sisa feces/produk stoma dengan kapas NaCI 0,9% dengan sangat hati-hati (hindari perdarahan)
18 Mengeringkan kulit sekitar stoma dengan kassa/tisue.
19 Mengobservasi stoma dan kulit sekitar stoma
20 Berikan stoma powder sekitar kulit stoma, dan stoma hasiv pasta disekitar stoma
21 Mengukur stoma dan gambar pola stoma pada plastic penutup kantong dengan menggunakan spidol, kemudian gambar pola pada bagian yang adesif pada kantong stoma kemudian gunting sesuai ukuran stoma
22 Membuka salah satu sisi perekat kantong kolostomi dan menempelkan dengan tepat dengan menghindari udara masuk kantong kolostomi
23 Menempelkan kantong kolostomi dengan posisi Vertical/ horizontal/ miring sesuai kebutuhan kilen (sesuaikan dengan aktivitas klien). Klem kantong kolostomi jika menggunakan tipe drainable pounch
TAHAP TERMINASI
24 Mengevaluasi respon klien dan keadaan stoma.
25 Merapikan klien dan alat.
26 Melepas sarung tangan dan cuci tangan.
27 Mendokumentasikan : kondisi stoma(bentuk,warna stoma,kelaian stoma) keluaran stoma(warna,jumlah)
REFERENSI

http://4mhie.wordpress.com/2007/11/13/perawatan-pasien-dengan-kolostomi-pada-penderita-cancer-colorectal
http://www.drugs.com/cg/colostomy-care.html
http://www.healthsquare.com/mc/fgmc0549.htm
Loeb,Stanley.(1991). Illustrated Manual Of Nursing Practice.Spring House Corporation.
Pennysylvania
Blackley,Patricia.(2004).Practical Stoma Wound And Continence Management 2nd Ed.National
Publication of Australia.Australia

Senin, 30 November 2009

Perawatan Luka

PERAWATAN LUKA

a. Definisi Luka

Luka adalah rusaknya kesatuan/komponen jaringan, dimana secara spesifik terdapat substansi jaringan yang rusak atau hilang.

Ketika luka timbul, beberapa efek akan muncul :

1. Hilangnya seluruh atau sebagian fungsi organ

2. Respon stres simpatis

3. Perdarahan dan pembekuan darah

4. Kontaminasi bakteri

5. Kematian sel

2. Mekanisme terjadinya luka :

  1. Luka insisi (Incised wounds), terjadi karena teriris oleh instrumen yang tajam. Misal yang terjadi akibat pembedahan. Luka bersih (aseptik) biasanya tertutup oleh sutura seterah seluruh pembuluh darah yang luka diikat (Ligasi)
  2. Luka memar (Contusion Wound), terjadi akibat benturan oleh suatu tekanan dan dikarakteristikkan oleh cedera pada jaringan lunak, perdarahan dan bengkak.
  3. Luka lecet (Abraded Wound), terjadi akibat kulit bergesekan dengan benda lain yang biasanya dengan benda yang tidak tajam.
  4. Luka tusuk (Punctured Wound), terjadi akibat adanya benda, seperti peluru atau pisau yang masuk kedalam kulit dengan diameter yang kecil.
  5. Luka gores (Lacerated Wound), terjadi akibat benda yang tajam seperti oleh kaca atau oleh kawat.
  6. Luka tembus (Penetrating Wound), yaitu luka yang menembus organ tubuh biasanya pada bagian awal luka masuk diameternya kecil tetapi pada bagian ujung biasanya lukanya akan melebar.
  7. Luka Bakar (Combustio)

3. Jenis Luka Menurut tingkat Kontaminasi luka :

­ Clean Wounds (Luka bersih) :

Yaitu luka bedah tidak terinfeksi yang mana tidak terjadi proses peradangan (inflamasi) dan infeksi pada sistem pernafasan, pencernaan, genital dan urinari tidak terjadi. Luka bersih biasanya menghasilkan luka yang tertutup; jika diperlukan dimasukkan drainase tertutup (misal; Jackson – Pratt). Kemungkinan terjadinya infeksi luka sekitar 1% - 5%.

­ Clean-contamined Wounds (Luka bersih terkontaminasi):

Merupakan luka pembedahan dimana saluran respirasi, pencernaan, genital atau perkemihan dalam kondisi terkontrol, kontaminasi tidak selalu terjadi, kemungkinan timbulnya infeksi luka adalah 3% - 11%.

­ Contamined Wounds (Luka terkontaminasi):

Termasuk luka terbuka, fresh, luka akibat kecelakaan dan operasi dengan kerusakan besar dengan teknik aseptik atau kontaminasi dari saluran cerna; pada kategori ini juga termasuk insisi akut, inflamasi nonpurulen. Kemungkinan infeksi luka 10% - 17%.

­ Dirty or Infected Wounds (Luka kotor atau infeksi):

Yaitu terdapatnya mikroorganisme pada luka.

4. Proses Penyembuhan Luka

Tubuh secara normal akan berespon terhadap cedera dengan jalan “proses peradangan”, yang dikarakteristikkan dengan lima tanda utama: bengkak (swelling), kemerahan (redness), panas (heat), Nyeri (pain) dan kerusakan fungsi (impaired function). Proses penyembuhannya mencakup beberapa fase :

a. Fase Inflamasi

­ Fase inflamasi adalah adanya respon vaskuler dan seluler yang terjadi akibat perlukaan yang terjadi pada jaringan lunak. Tujuan yang hendak dicapai adalah menghentikan perdarahan dan membersihkan area luka dari benda asing, sel-sel mati dan bakteri untuk mempersiapkan dimulainya proses penyembuhan.

­ Pada awal fase ini kerusakan pembuluh darah akan menyebabkan keluarnya platelet yang berfungsi sebagai hemostasis. Platelet akan menutupi vaskuler yang terbuka (clot) dan juga mengeluarkan “substansi vasokonstriksi” yang mengakibatkan pembuluh darah kapiler vasokonstriksi.

­ Selanjutnya terjadi penempelan endotel yang akan menutup pembuluh darah. Periode ini berlangsung 5-10 menit dan setelah itu akan terjadi vasodilatasi kapiler akibat stimulasi saraf sensoris (Local sensory nerve endding), local reflex action dan adanya substansi vasodilator (histamin, bradikinin, serotonin dan sitokin).

­ Histamin juga menyebabkan peningkatan permeabilitas vena, sehingga cairan plasma darah keluar dari pembuluh darah dan masuk ke daerah luka dan secara klinis terjadi oedema jaringan dan keadaan lingkungan tersebut menjadi asidosis. Secara klinis fase inflamasi ini ditandai dengan : eritema, hangat pada kulit, oedema dan rasa sakit yang berlangsung sampai hari ke-3 atau hari ke-4.

b. Fase Proliferatif

­ Proses kegiatan seluler yang penting pada fase ini adalah memperbaiki dan menyembuhkan luka dan ditandai dengan proliferasi sel. Peran fibroblas sangat besar pada proses perbaikan yaitu bertanggung jawab pada persiapan menghasilkan produk struktur protein yang akan digunakan selama proses reonstruksi jaringan.

­ Pada jaringan lunak yang normal (tanpa perlukaan), pemaparan sel fibroblas sangat jarang dan biasanya bersembunyi di matriks jaringan penunjang. Sesudah terjadi luka, fibroblas akan aktif bergerak dari jaringan sekitar luka ke dalam daerah luka, kemudian akan berkembang (proliferasi) serta mengeluarkan beberapa substansi (kolagen, elastin, hyaluronic acid, fibronectin dan proteoglycans) yang berperan dalam membangun (rekontruksi) jaringan baru.

­ Fungsi kolagen yang lebih spesifik adalah membentuk cikal bakal jaringan baru (connective tissue matrix) dan dengan dikeluarkannya substrat oleh fibroblas, memberikan pertanda bahwa makrofag, pembuluh darah baru dan juga fibroblas sebagai kesatuan unit dapat memasuki kawasan luka. Sejumlah sel dan pembuluh darah baru yang tertanam didalam jaringan baru tersebut disebut sebagai jaringan “granulasi”.

­ Fase proliferasi akan berakhir jika epitel dermis dan lapisan kolagen telah terbentuk, terlihat proses kontraksi dan akan dipercepat oleh berbagai growth faktor yang dibentuk oleh makrofag dan platelet.

c. Fase Maturasi

­ Fase ini dimulai pada minggu ke-3 setelah perlukaan dan berakhir sampai kurang lebih 12 bulan. Tujuan dari fase maturasi adalah menyempurnakan terbentuknya jaringan baru menjadi jaringan penyembuhan yang kuat dan bermutu.

­ Fibroblas sudah mulai meninggalkan jaringan granulasi, warna kemerahan dari jaringa mulai berkurang karena pembuluh mulai regresi dan serat fibrin dari kolagen bertambah banyak untuk memperkuat jaringan parut. Kekuatan dari jaringan parut akan mencapai puncaknya pada minggu ke-10 setelah perlukaan.

­ Untuk mencapai penyembuhan yang optimal diperlukan keseimbangan antara kolagen yang diproduksi dengan yang dipecahkan. Kolagen yang berlebihan akan terjadi penebalan jaringan parut atau hypertrophic scar, sebaliknya produksi yang berkurang akan menurunkan kekuatan jaringan parut dan luka akan selalu terbuka.

­ Luka dikatakan sembuh jika terjadi kontinuitas lapisan kulit dan kekuatan jaringan parut mampu atau tidak mengganggu untuk melakukan aktifitas normal. Meskipun proses penyembuhan luka sama bagi setiap penderita, namun outcome atau hasil yang dicapai sangat tergantung pada kondisi biologis masing-masing individu, lokasi serta luasnya luka. Penderita muda dan sehat akan mencapai proses yang cepat dibandingkan dengan kurang gizi, diserta penyakit sistemik (diabetes mielitus).

5. Gangguan Penyembuhan Luka :

a. Wound dependent : Local hypoxia, edema, Increased bacterial load, Foreign body,Friction,infeksi, iskemia dan trauma jaringan

b. Host dependent : Underlying disease (DM, AIDS, Anemia, Sepsis), Poor nutritional status (Hypoalbuminemia),Usia, hidrasi, oksigenisasi dan perfusi jaringan.

6. Ulkus Diabetikum

a. Definisi Ulkus Diabetikum

· Salah satu komplikasi diabetes mellitus yang berupa kematian jaringan akibat kekurangan aliran darah. Biasanya dibagian ujung kaki.

· Kaki diabetik merupakan tukak yang timbul pada penderita diabetes melitus yang disebabkan karena angiopati diabetik, neuropati diabetik atau akibat trauma.

b. Biomekanisme Ulkus Kaki Diabetes

Dalam proses perkembangan ulkus kaki diabetes faktor biomekanisme pada daerah kaki/tungkai bawah menjadi prekursor awal menuju kearah ulkus kaki. Proses pembentukan awal ulkus kaki seperti gambar dibawah ini:

Pada keadaan normal mekanisme jalan pada kaki dan pergelangan kaki dihasilkan kombinasi efek dari otot, tendon, ligamen dan fungsi tulang. Mekanisme jalan dibagi menjadi empat bagian yaitu :

(1) tekanan pada tumit, pada saat bagian lateral dari tulang calcaneus menapak ke

tanah dan otot, tendons dan ligamen rilek, menimbulkan penyerapan energi yang optimal

(2) Tekanan pada pertengahan kaki (midstance) yaitu suatu keadaan dimana kaki pada

posisi datar dan dapat menyesuaikan keseimbangan pada keadaan tanah yang tidak rata, mempertahankan keseimbangan dan menyerap goncangan pada saat menapak. Calcaneus tepat dibawah sendi ankle menyebabkan kelurusan bagian depan dan belakang pada kaki untuk menopang beban tubuh secara optimal

(3) Proses berjalan yang ketiga yaitu terangkatnya tumit, yaitu suatu keadaan dimana

tumit /tulang calcaneus terangkat dari tanah, kaki pronasi, otot, tendon, dan ligamen mengencang sehingga lengkungan bawah kaki kembali seperti semula

(4) tahap selanjutnya adalah tekanan pada ibu jari kaki (Bauer, 2000).

Gambar B menunjukkan tekanan pada bagian kaki. Tenaga untuk penekanan dan pergeseran pada kaki ditimbulkan dengan penekanan kebawah berat badan tubuh dan tekanan balik ke atas yang ditimbukan oleh tekan pada tanah. Kombinasi tekanan dan pergeseran, yang terjadi pada proses berjalan yang dinamis adalah suatu keadaan dimana tulang tulang pada kaki bergerak satu dengan lainnya secara bersamaan pada arah yang sejajar pada permukaan pada saat pronasi dan supinasi. Kerusakan pada otot-otot intrinsik pada kaki menimbulkan ketidakseimbangan tekanan pada struktur tulang. Hal itu akan menimbulkan deformitas pada jempol kaki, penonjolan pada caput metatarsal, deformitas equinus, posisi varus pada bagian belakang kaki dan ketidak lurusan bagian proximal.

Gambar C menunjukkan konsekuensi dari pembentukan kalus. Distribusi tekanan berat badan yang tidak adekuat atau adanya deformitas pada kaki dapat menimbulkan gerakan yang abnormal yang akan menimbulkan tekanan berlebihan dan berakibat kerusakan pada jaringan ikat dan otot (Bauer, 2000).

c. Patogenesis Ulkus Diabetikum

Beberapa factor yang mempengaruhi ulkus diabetikum :

1) Neuropati diabetik.

Adalah kelainan urat saraf akibat DM karena tinggi kadar dalam darah yang bisa merusak urat saraf penderita dan menyebabkan hilang atau menurunnya rasa nyeri pada kaki, sehingga apabila penderita mengalami trauma kadang-kadang tidak terasa.

Gejala-gejala Neuropati : Kesemitan, rasa panas (wedangan : bahasa jawa), rasa tebal ditelapak kaki, kram, badan sakit semua terutama malam hari.

2) Angiopati Diabetik (Penyempitan pembuluh darah)

Pembuluh darah besar atau kecil pada penderita DM mudah menyempit dan tersumbat oleh gumpalan darah. Apabila sumbatan terjadi di pembuluh darah sedang/besar pada tungkai maka tungkai akan mudah mengalami gangren diabetik yaitu luka pada kaki yang merah kehitaman dan berbau busuk. Adapun angiopati menyebabkan asupan nutrisi, oksigen serta antibiotik terganggu sehingga menyebabkan kulit sulit sembuh.

3) Infeksi

Infeksi sering merupakan komplikasi akibat berkurangnya aliran listrik (neoropati)

d. Klasifikasi Ulkus Diabetikum

Pembagian kaki diabetikum menurut Wagner :

Derajat 0 : resiko tinggi, tak ada ulkus, pembentukan kalus.

Derajat 1 : ulkus superfisial terbatas pada kulit, klinis tidak ada infeksi.

Derajat 2 : ulkus dalam, sering dengan selulitis, tidak ada abses atau infeksi tulang.

Derajat 3 : ulkus dalam yang melibatkan tulang atau pembentukan abses.

Derajat 4 : gangren lokal (ibu jari atau tumit).

Derajat 5 : gangren seluruh kaki.

Klasifikasi berdasarkan kedalaman luka dan luasnya daerah iskemik (Modifikasi oleh Brodsky dari klasifikasi kaki diabetik menurut Wagner):

· Berdasarkan Kedalaman Luka/Ulserasi

0 : Kaki berisiko, tanpa ulserasi
1
: Ulserasi superfisial, tanpa infeksi
2
: Ulserasi yang dalam sampai mengenai tendon
3
: Ulserasi yang luas/abses

· Berdasarkan Luas daerah Iskemia

A : Tanpa iskemia
B
: Iskemia tanpa gangren
C
: Partial gangrene
D
: Complete foot gangrene


Perkembangan Ulkus .

A.Pembentukan plak keratin keras sebagai kalus.

B. Krusakan jaringan jauh di da;am kalus.

C. Ruptur permukaan kavitas, terbentuk ulkus.

D. Blokade ulkus oleh keratin, bakteri terperangkap, infeksi berkembang.

Dikutip dari Maggiore P, Echols RM. 1991.

Ulkus Diabetikum

e. Pencegahan Ulkus Diabetikum :

Berikut adalah tips perawatan kaki yang dianjurkan:

· Inspeksi kaki tiap hari terhadap adanya lesi, perdarahan diantara jari-jari. Gunakan cermin untuk melihat telapak kaki dan tumit dan laporkan bila terdapat luka, bullae kemerahan atau tanda-tanda radang, sehingga segera dilakukan tindakan awal

· Cuci kaki tiap hari dengan air sabun dan keringkan dengan baik, terutama diantara jari.

· Jika kulit kaki kering gunakan pelembab atau cream

· Jangan gunakan larutan kimia/asam untuk membuang kalus.

· Potong kuku dengan hati-hati, jangan memotong melengkung jauh ke proksimal.

· Hindari suhu ekstrem, jangan memakai botol isi air panas atau pad pemanas pada kaki. Suhu air yang digunakan untuk mecuci kaki antara 29,5 – 30 derajat celsius dan diukur dulu dengan termometer

· Gunakan sepatu yang pas yang tidak menyebabkan tekanan pada tungkai atau daerah tertentu dan kaos kaki yang bersih setiap saat berjalan dan jangan bertelanjang kaki bila berjalan

· Janganlah mengobati sendiri apabila terdapat kalus, tonjolan kaki atau jamur pada kuku kaki

· Langkah-langkah yang membantu meningkatkan sirkulasi pada ekstremitas bawah yang harus dilakukan, yaitu :

1) Hindari kebiasaan merokok

2) Hindari bertumpang kaki duduk

3) Lindungi kaki dari kedinginan

4) Hindari merendam kaki dalam air dingin

f. Managemen Luka Diabetik :

1. Umum

a) Istirahat
Istirahat tempat tidur mutlak pada setiap kelainan kaki diabetes. Dengan berjalan memberi tekanan pada daerah ulkus, dan memungkinkan rusaknya jaringan fibroblas yang menghalangi penyembuhan. Selain itu setiap tekanan pada luka memberikan iskemi pada daerah sakit dan sekitarnya sehingga penyembuhan menjadi sulit.

b) Insulin
Setiap infeksi mengganggu kestabilan diabetes, sebaliknya hiperglikemi dapat memperburuk infeksi. Oleh karena itu, pada dasarnya kelainan kaki khususnya dengan infeksi membutuhkan kontrol glukosa darah yang ketat. Penderita dengan gangguan infeksi sebaiknya dialihkan ke insulin apabila sebelumnya mendapat obat oral. Hampir selalu infeksi mengakibatkan kebutuhan insulin meningkat bahkan tidak jarang suntikan dua kali sehari harus dirobah ke tiga kali sehari. Sebaliknya perlu diperhatikan bahwa luka yang menyembuh menurunkan kebutuhan insulin sehingga dosis suntikan harus dikurangi.

c) Antibiotik
Setiap luka pada kaki membutuhkan antibiotic, walaupun demikian tidaklah berarti pemberian antibiotic secara serampangan. Biakan kuman mutlak harus dilakukan untuk mendapat jenis antibiotik yang sesuai.

Dari pengalaman, hampir setiap infeksi menghasilkan biakan kuman ganda. Dari salah satu penelitian di New England Deaconess Hospital selalu ditemukan 3 kelompok kuman, yaitu: gram positif kokki, gram negatif kokki dan kelompok anerob.

Agaknya makin buruk keadaan infeksi makin tinggi jenis kuman gram negatif. Bila infeksi yang berat ditemukan adanya jenis gram negatif proteus, enterokokus dan pseudomonas, prognosis umumnya buruk. Oleh karena infeksi pada diabetes ada kecenderungan untuk cepat memburuk, pengobatan antibiotic sebaiknya segera dimulai.

Adanya gangren gas harus dicurigai adanya kuman anerob. Pada infeksi kaki yang memburuk, sebaiknya pilihan antibiotik (sambil menunggu hasil biakan) ialah pemberian intravena. Dua kelompok kombinasi yang dianggap baik yaitu kombinasi aminoglikosida, ampisilin dan klindamisin atau sefalosporin dan kloramfenikol.

2. Khusus

a. Evaluasi keadaan luka dengan cermat keadaan klinis luka, dalamnya luka, gambaran

b. Radiologi (adakah benda asing, osteomielitis, gas subkutis, lokasi luka, vaskularisasi luka

c. Pengendalian keadaan metabolik sebaik-baiknya

d. Debridement luka yang adekuat dan radikal, sampai bagian yang hidup

e. Biakan kuman baik aerob maupun anaerob

f. Antibiotik yang adekuat

g. Perawatan luka yang baik, balutan yang memadai sesuai dengan tingkat keadaan luka

h. Mengurangi edema

i. Non weight bearing : tirah baring, tongkat penyangga, kursi roda, alas kaki khusus, total contact casting

j. Perbaikan sirkulasi-vasculer surgery

k. Tindakan bedah rehabilitatif untuk memperbaiki kemungkinan dan kecepatan Penyembuhan

l. Rehabilitasi

g. Perawatan Luka :

Tujuan perawatan luka :

1. Menghilangkan benda asing (sekresi & mikroorganisme) dari dalam luka

2. Mengurangi bau, cairan busuk dan kuman dari dalam luka.

3. Mempercepat proses penyembuhan.

4. Mencegah masukkan kuman dan kotoran ke dalam luka.

5. Mencegah penyebaran oleh cairan dan kuman yang berasal dari luka ke daerah sekitar.

h. Hasil Yang diharapkan :

· Klien mendapatkan kembali integritas kulit

· Klien tidak menunjukkan tanda-tanda infeksi

i. Persiapan Alat :

· 1 set irigasi steril (pinset anatomis, pinset cirurgis, arteri klem) termasuk spuilt 10 cc steril dengan/irrigator steril k/p kateter nelaton steril & selang steril

· Kasa dan tuffer alkohol

· Korentang steril

· Alkohol 70 %

· Larutan irigasi (nacl 0,9%) yang diperlukan dengan suhu 32,2 o c - 35o c.

· Kom berisi larutan desinfektan

· 1 pasang sarung tangan steril

· 2 piala ginjal/bengkok

· Plester dan gunting

· Perlak dan alasnya

· 2 kantong balutan kotor.

· Obat topical di sesuaikan dengan kondisi luka

· Balutan di sesukan dengan kondisi luka

j. Prosedur :

1) Pengkajian Luka :

a) Lokasi & Letak luka

· Dapat digunakan sebagai indikator terhadap kemungkinan penyebab terjadinya luka

· Tujuannya agar luka dapat diminimalkan kejadiannya dengan menghilangkan penyebab yang ditimbulkan oleh letak dan lokasi

b) Stadium luka

Stadium Wagner Untuk Luka Diabetik :

a. Superficial Ulcer:

1. Stadium 0 : tidak ada lesi, kulit masih baik, tapi dengan bentuk tulang, kaki menonjol/charcof

2. Stadium 1 : hilangnya lapisan kulit hingga dermis, kadang-kadang tulang tampak menonjol

b. Deep Ulcer :

1. Stadium 2 : Lesi terbuka dengan penetrasi ke tulang/tendon(goa)

2. Stadium 3 : penetrasi dalam, osteomyelitis, plantar abses, infeksi sampai tendon

c. Gangren :

1. Stadium 4 : nekrosis sebagian, menyebar ke sebagian jari kaki, kulit sekitar selilutis, gangren lembab/kering

2. Stadium 5 : seluruh kaki nekrosis atau gangren

c) Warna Dasar Luka :

1. Red / Merah : Luka bersih, banyak vaskularisasi

Tujuan perawatan :

o mempertahankan lingk luka dlm keadaan lembab

o mencegah terjadinya trauma/perdarahan

2. Yellow/Kuning : Jaringan nekrosis, luka terinfeksi,

avaskularisasi.

Tujuan perawatannya :

o meningkatkan system autolisis debridement

o absorb exudat

o hilangkan bau tdk sedap

o hindari kejadian infeksi

3. Black :

o Jaringan nekrosis, avaskularisasi

o Tujuan perawatan :

sama dg warna dasar luka kuning

d) Bentuk dan ukuran Luka :

Kaji ukuran luka : panjang x Lebar x kedalaman luka

e) Status vaskuler :

a) Subjective: kaji adanya nyeri (selama aktivitas/saat istirahat)

b) Observation: observasi warna kulit kaki,terutama bagian distal, missal :

pale, cyanosis

c) Palpation:

1) Adakah perubahan suhu diujung kaki : lebih dingin

2) Palpate the arterial pulse à Grade of arterial pulse :

· No pulse

· 1 + Hampir tak teraba

· 2 + Teraba tetapi makin mengecil/menghilang

· 3 + Normal

· 4 + Very strong (suspect for aneurism)

f) Capillary Refilling time :

· Tehnik : Klien dalam posisi supine, tinggikan kedua kaki 45 derajat sampai salah satu atau kedua kaki menjadi pucat, minta klien untuk segera duduk, menggantungkan kaki dan menggoyangkan kakinya sampai warna kaki kembali seperti semula.

· Waktu Pengisian Kapiler

10 -15 detik : normal

15 - 25 detik : iskemi sedang

25 - 40 detik : iskemi berat

> 40 detik : iskemi sangat berat

2) Debridement :

· Tujuan debridement :

1. Membuang jaringan mati

2. Membuang material asing

3. Membersihkan jaringan yang terkontaminasi

4. Mempertahankan struktur penting semaksimal mungkin

· Teknik Debridement :

1. Surgical debridement :

o Sharp debridement

o Skalpel, gunting, kuret + irigasi

o Paling cepat dan efektif

2. Mechanical debridement :

· Gauze debridement (Kasa+saline)

· Wet to dry dressing

· Jaringan mati terbuang saat mengganti balut

3. Autolytic debridement :

· Merupakan proses alami tubuh dalam

melakukan debridement

· Proteolytic enzymes from cells

· Selective / hanya jaringan nekrosis

· Membutuhkan lingkungan lembab

(penutup luka; hydroactive gel, hydrocolloid,

Transparant film)

4. Enzymatic debridement :

Melakukan debridement dengan mengunakan

beberapa enzim seperti : Hydrogen peroxide,

EUSOL (Edinburgh University Solution

of Lime, Salicylic acid, Malic acid, Benzoic

acid, Hypochlorites.

5. Biological debridement

Melakukan debridement dengan tehnik

Biomechanical debridement, yaitu mengunakan

Larva therapy, missal :Larva Phaenicica sericata

(green blow fly). Sejak 1932 àSukses untuk

abses, luka bakar, selulitis, gangren, ulkus,

osteomielitis dan mastoiditis.

a. Irigasi Luka :

Tujuan:

1. Menghilangkan bakteri dan kontaminasi permukaan luka dari darah, pus/ benda- benda asing lain

2. Melindungi daerah penyembuhan luka (granulasi)

Cleansing techniques for infected and necrotic tissues:

o Gunakan 35 cc spuit and jarum 19 untuk mengirigasi luka (ukuran ini akan memaksimalkan pembersihan dan meminimalkan trauma jaringan)

o Gunakan NaCl 0,9% atau antiseptik yang (sesuai program terapi). Antiseptic used only for a very dirty wound

o DO NOT SOAK THE WOUND à lead to maceration and spread of infection.

o Buang jaringan nekrotik dan benda-benda asing, jaringan nekrotik

b. Pemberian Obat Topikal :

· Antiseptics agent cenderung toxic terhadap sel sehat à tidak dianjurkan.

· Antiseptics agent akan tidak aktif jika kontak dengan cairan tubuh

· Cairan fisiologis (Nacl 0,9% merupakan pembersih luka yang baik)

· Jenis obat topical untuk luka diabetik :

1. Hydrogel : Berbentuk gel, suport autolysis debridement pada luka hitam dan kuning, menjaga kelembaban luka, mengurangi nyeri, menjaga kelembaban nerve ending. Contoh : Intraside gel, duoderm gel, Comfeel purilon gel, Suprasorb G, Sheet intraside gel.

2. Calcium Alginate : merupakan natural polisakarida berasal dari rumput laut, berubah menjadi gel bila bercampur eksudat, fungsi menyerap eksudat, untuk luka kuning dengan moderat atau high eksudate, Mempertahankan kelembaban kulit, menghentikan perdarahan minor, granulasi, Sebagai primery dressing, tidak digunakan pada luka granulasi yang sudah rata dengan kulit, bentuk seperti serat domba. Contoh ribbon or rope, Kaltostat, calcicare, suprasorb A, Aqua sel,Algisite, Sorbalgon

3. Hydrocolloid : Hydropobic polymer,bentuk lembaran atau paste/salep, mempertahankan kelembaban pada luka berwarna merah, Suport autolysis pd luka kuning tipis, Absorb minimal eksudat, mencegah invasi kuman pathogen, Safe debridemen, granulating and epithelisation, Reduce pain, by keeping nerve ending moist, untuk luka grade I-II.Contoh : Duoderm CGF,Comfeel, coloplast sheet